30 November 2010 |
9
komentar
Kali ini lagi ingin cerita tentang pengasuh luar biasa dalam hidupku sehingga aku percaya Nurture itu lebih berpengaruh daripada Nature.
Dulu beliau adalah mahasiswa yang cerdas, no.1 di Unibraw saat mahasiswa baru hingga masuk koran.
Beliau orang yang cerdas....mungkin sekarang belum perlu kuceritakan perjalanan hidup Beliau sebagai mahasiswa yang menurutku sangat mencerminkan mahasiswa yang intelektual, peduli pada negara dengan cara yang cerdas dan Jagonya membaca buku hahaha.....
Tapi ini tentang kisah cintanya.....hingga kini Beliau tidak menikah....hampir 60 tahun sudah sekarang, ada banyak alasan kurasa dan salah satunya....Beliau mungkin begitu mencintai gadis yang sudah meninggalkannya terlebih dahulu karena sakit.
Ya, kisah cintanya berakhir tragis, karena.....
Ya, sayangnya Beliau mencintai anak pendeta yang sangat rajin beribadah.
Tapi Rasa kasih itu menurutku terlalu tulus untuk membedakan manusia hanya karena perbedaan hal seperti itu, walaupun aku sendiri tidak berani mengatakan bahwa itu adalah persoalan kecil dalam hidup, karena nilai hidup seseorang kan berbeda.
Beliau adalah orang yang begitu terbuka dan fleksibel dengan pengalaman hidupnya, Beliau masuk masjid, masuk gereja, wihara dan pure, mempelajari Al-Quran & Injil.
Tapi, Beliaulah orang pertama yang mengajariku cara shalat dalam hidupku.
Beliau bukan Atheis......
Dan akhirnya Beliau bisa jatuh cinta, tapi sayang......
Tentu saja dikedua belah pihak tidak menyetujuinya. Beliau mengalah dan pergi ke Kalimantan dan mulai mengasuhku.
Dan gadis yang ditinggal di Malang kesepian hingga sakit dan meninggal......
Surat terakhir darinya adalah gambar lukisan wajah Beliau tak berwarna.
Apa yang ingin aku sampaikan dari sini adalah......aku takut terlalu mirip Beliau hingga lika liku hidupku pun hingga sekarang tak jauh dari yang pernah Beliau alami walaupun Beliau lebih hebat dan fleksibel dari diriku.
Sedari SD, Beliau tak pernah mengajariku untuk peka akan status kaya & miskin orang lain, begitu juga agama & ras.
dan itu terbawa hingga sekarang.........sampai detik ini.
Sungguh benci dan jijiknya melihat wanita yang hanya memandang orang lain dari kaya & miskin, juga seiman & tidak seiman.
Tapi, itu adalah kenyataan, dan rasanya pahit.
Sedari SD, karena tak diajari peka untuk itu sehingga aku pun menjadi bebas, bebas menentukan hendak berkawan dengan siapa saja.
Tapi saat mulai dewasa, saat benar-benar bisa mandiri di lingkungan, dan aku lihat bahwa terlalu banyak orang yang lebih peka terhadap dua hal itu dan itu adalah hal yang tak bisa dipungkiri.
Aku hanya ingin menyampaikan bahwa......Aku akan berusaha untuk tidak berakhir seperti bagaimana akhir kisah Beliau.
Cinta Kasih Itu Bila Memang Didasari dari Rasa Ketulusan, maka Ia Menjadi Tak Begitu Peka dengan Biasanya.
Dulu beliau adalah mahasiswa yang cerdas, no.1 di Unibraw saat mahasiswa baru hingga masuk koran.
Beliau orang yang cerdas....mungkin sekarang belum perlu kuceritakan perjalanan hidup Beliau sebagai mahasiswa yang menurutku sangat mencerminkan mahasiswa yang intelektual, peduli pada negara dengan cara yang cerdas dan Jagonya membaca buku hahaha.....
Tapi ini tentang kisah cintanya.....hingga kini Beliau tidak menikah....hampir 60 tahun sudah sekarang, ada banyak alasan kurasa dan salah satunya....Beliau mungkin begitu mencintai gadis yang sudah meninggalkannya terlebih dahulu karena sakit.
Ya, kisah cintanya berakhir tragis, karena.....
Ya, sayangnya Beliau mencintai anak pendeta yang sangat rajin beribadah.
Tapi Rasa kasih itu menurutku terlalu tulus untuk membedakan manusia hanya karena perbedaan hal seperti itu, walaupun aku sendiri tidak berani mengatakan bahwa itu adalah persoalan kecil dalam hidup, karena nilai hidup seseorang kan berbeda.
Beliau adalah orang yang begitu terbuka dan fleksibel dengan pengalaman hidupnya, Beliau masuk masjid, masuk gereja, wihara dan pure, mempelajari Al-Quran & Injil.
Tapi, Beliaulah orang pertama yang mengajariku cara shalat dalam hidupku.
Beliau bukan Atheis......
Dan akhirnya Beliau bisa jatuh cinta, tapi sayang......
Tentu saja dikedua belah pihak tidak menyetujuinya. Beliau mengalah dan pergi ke Kalimantan dan mulai mengasuhku.
Dan gadis yang ditinggal di Malang kesepian hingga sakit dan meninggal......
Surat terakhir darinya adalah gambar lukisan wajah Beliau tak berwarna.
Apa yang ingin aku sampaikan dari sini adalah......aku takut terlalu mirip Beliau hingga lika liku hidupku pun hingga sekarang tak jauh dari yang pernah Beliau alami walaupun Beliau lebih hebat dan fleksibel dari diriku.
Sedari SD, Beliau tak pernah mengajariku untuk peka akan status kaya & miskin orang lain, begitu juga agama & ras.
dan itu terbawa hingga sekarang.........sampai detik ini.
Sungguh benci dan jijiknya melihat wanita yang hanya memandang orang lain dari kaya & miskin, juga seiman & tidak seiman.
Tapi, itu adalah kenyataan, dan rasanya pahit.
Sedari SD, karena tak diajari peka untuk itu sehingga aku pun menjadi bebas, bebas menentukan hendak berkawan dengan siapa saja.
Tapi saat mulai dewasa, saat benar-benar bisa mandiri di lingkungan, dan aku lihat bahwa terlalu banyak orang yang lebih peka terhadap dua hal itu dan itu adalah hal yang tak bisa dipungkiri.
Aku hanya ingin menyampaikan bahwa......Aku akan berusaha untuk tidak berakhir seperti bagaimana akhir kisah Beliau.
Cinta Kasih Itu Bila Memang Didasari dari Rasa Ketulusan, maka Ia Menjadi Tak Begitu Peka dengan Biasanya.