Modern Devil


Setiap orang mesti pernah berada dalam posisi didengarkan dan menjadi pendengar. Akan tetapi mungkin tidak semua orang dapat menjadi pendengar yang baik atau menjadi sabar untuk mendengar. Ketika para manusia memuja kemajuan teknologi yang dapat mempercepat dan mempermudah kehidupan mereka, namun di sisi lain karena teknologi jualah seseorang merasa menjadi jauh dengan sesama mereka. Hal paling fatal yang dilakukan seseorang ketika saya merasa lemah dan tak berdaya adalah kecanduannya untuk mengintip handphone-nya. Sering orang berkata, teman yang baik adalah teman yang berada di dekat kita dalam segala situasi. Akan tetapi bagi saya, teman yang baik adalah teman yang menghargai temannya melebihi sebuah benda mati.

Sebenarnya saya bukanlah tipe orang yang suka menceritakan sesuatu hal pribadi pada orang lain. Karena hal-hal pribadi itu harus diceritakan pada orang yang tepat, karena bila tidak orang lain bisa jadi melihat kekuranganmu sebagai sisi kelemahanmu. Saya tidak suka itu. Suatu hari saya berkunjung ke kamar kos teman saya. Pada mulanya, saya tidak bermaksud bercerita apapun, hanya ingin mengembalikan barang yang saya pinjam. Akan tetapi mendengar musik yang dia nyalakan dan suasana hujan yang dingin membuat saya menumpahkan unek-unek saya yang saya simpan berhari-hari. Fitnah, adalah hal yang begitu menyakitkan. Tentang itulah yang saya ceritakan kepadanya. 15 Menit kemudian, handphone-nya bergetar, kemudian dia mengambilnya sambil menyuruh saya terus bercerita. Awalnya biasa saja, saya terus bercerita dan dia sesekali memencet tombol untuk membalas sms yang masuk dan sesekali mengarahkan wajahnya kepada saya. Lama kemudian saya juga merasa terganggu, karena saya dapat merasa walaupun matanya memandang saya dan tangannya bekerja mengutak-atik tombol handphone itu, saya merasa pikirannya tidak sedang pada apa yang saya bicarakan. Dengan tegas, saya katakan padanya untuk membalas pesan yang masuk itu terlebih dahulu, siapa tahu penting. Dan saya diam membisu. Beberapa menit kemudian, dia menaruh handphone-nya kembali dan menyuruh saya melanjutkan kembali unek-unek saya. Saat itu perasaan saya sudah berubah tidak semangat untuk bercerita, bahkan rasanya ingin cepat kembali ke kamar saya sendiri. Namun, saya masih mencoba menghormatinya. Tidak lama kemudian, tiba-tiba nada dering handphone-nya berbunyi, dan dia mengangkat handphone itu sambil memberi aba-aba pada saya untuk menunggu sebentar. Saat itu juga saya langsung pamit kembali ke kamar saya. Entah perasaan tidak enak itu karena masalah saya sendiri ataukah karena sikapnya. Atau memang karena saya terlalu menuntut untuk lebih diperhatikan. Saya tidak tahu.

Setelah kejadian itu, saya mencoba untuk memahami dan merenunginya. Betapa tidak enaknya ternyata bila kehadiran seseorang itu tergantikan oleh sebuah benda kecil yang mungkin tidak perlu perhatian saat itu juga. Betapa benda sekecil itu dapat membuat jarak bagi kedua belah pihak. Betapa benda kecil seperti itu dapat membuat seseorang merasa tidak berarti.

0 komentar:

Background

Powered By Blogger

Siapa Aku

My photo
Tanjung Duren, Jakarta, Indonesia
Kata Agama, Aku dari Tanah. Kata Otak, Aku sekumpulan sirkuit saraf. Kata huruf aku ANY. Kata Hati, Aku berjiwa, jiwa manusia, selayak-layaknya keberadaan manusia di muka bumi.