Artikel hari ini....

[Seorang anak 9 tahun di Papua Barat menusuk leher temannya dengan pisau karena memperebutkan kelapa]

Salah satu komentar yang masuk :(1) bakat buat jadi tukang jagal sapi, kambing, ayam, koruptor, dsb...(2) dipenjara brpa tahun tuh?

Apakah memang masyarakat masih belum siap menerima kasus-kasus "psikopatologi" di lingkungan sekitarnya. Atau karena hampir semua bermasalah dengan kesehatan mental, makanya jadi biasa saja *maaf, hanya bertanya*

kok bisa orang-orang itu malah memikirkan "ya sudah, yang salah dihukum dimasukkan ke penjara"...tapi kok ya ga liat itu anak usia berapa, tinggal di mana, kok bisa dia berinisiatif seperti itu, keluarganya seperti apa, perekonomiannya gimana...*sudah banyak sekali anak di bawah umur masuk ke dalam penjara, bukannya malah memproduksi preman masa depan ya....mikir aja si kok ada yang tega komentar seperti itu

Komentar facebook saat ku posting masalah ini:

"lha, kan ga semua orang ngerti psikologi, mbak"

Kupikir ga mesti orang yang kuliah di psikologi kok mengerti masalah ini. Ini bukan masalah khusus psikologi, tapi ini masalah orang banyak. Semua bidang bisa melihat dari perspektifnya masing-masing.

Bahkan ada satu komentar yang sangat menusuk nurani.
Saat sang Ibu pelaku ingin segera proses hukum diselesaikan dan anaknya bisa bersekolah lagi, salah satu komentar mengatakan bahwa anak seperti itu tidak pantas untuk sekolah.

Lalu harus bagaimana??? *sejak kapan manusia berhak memusnahkan masa depan manusia lainnya. Para koruptor saja yang sudah menghabisi nyawa rakyat miskin masih bisa kok duduk di gedung megah.

Dia hanya anak-anak. Walaupun banyak tingkah laku anak sekarang seperti preman kelas kakap, tentara perang....MEREKA TETAP ANAK-ANAK.

AKu pernah membaca buku yang mungkin masih belum sebanding dengan kasus ini. Anak Napoleon Hill yang tuli. Namun setiap malam sang ayah membisikkan harapan-harapan dan doa di telinga anaknya...hingga saat remaja anaknya bisa mendengar, walaupun tidak ada dokter manapun yang bisa menjelaskan mengapa bisa seperti itu.

Aku memahami fakta adalah kenyataan, namun menerima kenyataan bukan berarti menyerah pada fakta, bukan?

Jika aku hidup untuk hari ini, bukan berarti karena besok akan gelap dan mati, tapi justru karena aku percaya adanya esok hari.

0 komentar:

Background

Powered By Blogger

Siapa Aku

My photo
Tanjung Duren, Jakarta, Indonesia
Kata Agama, Aku dari Tanah. Kata Otak, Aku sekumpulan sirkuit saraf. Kata huruf aku ANY. Kata Hati, Aku berjiwa, jiwa manusia, selayak-layaknya keberadaan manusia di muka bumi.